Home

Jumat, 05 November 2010

Pewarnaan Bakteri

2.1  Pewarnaan Bakteri
                        Pewarnaan adalah memberikan zat warna pada sel ataupun bagian-bagiannya sehingga menambah kontras  agar tampak lebih jelas. Adapun fungsi dari pewarnaan adalah (Pelczer, 2006) :
a.    Menunjukkan bagian-bagian sel.
b.   Membedakan mikroba yang satu dengan yang lainya.
c.    Untuk mengenal sifat-sifat dari mikrorganisme.
 Bakteri berasal dari bahasa latin bacterium (jamak/bacteria) adalah kelompok raksasa dari organisme hidup. Mereka sangat kecil (miskroskopik) dan kebanyakan uniseluler (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif sederhana tanpa nukleus atau inti sel, cytoskleton, dan organ yang lain seperti mitokondria dan kloroplas (Pelczer, 2006).
            Bakteri adalah yang paling berkelimpahan dari semua organisme. Bakteri tersebar atau berada di tanah, air dan sebagai simbiosis dari organisme lain. Kebanyakan patogen merupakan bakteri, berukuran kecil (0,5 – 5 milimikron). Pada umumnya memiliki dinding sel seperti sel hewan dan jamur, banyak dari mereka bergerak menggunakan flagela yang berbeda dalam strukturnya dari flagela kelompok lain (Pelczer, 2006).

2.2  Macam – Macam Pewarnaan
            Beberapa pewarnaan yang sangat penting dan sering digunakan untuk pewarnaan pada bakteri yaitu :
a . Pewarnaan Sederhana
            Pemberian warna pada bakteri atau jasad renik lain dengan cara menggunakan larutan tunggal suatu zat pewarna pada lapisan tipis, atau olesan yang sudah difikasi, dinamakan dengan pewarnaan sederhana. Lapisan tadi digenangi dengan larutan pewarna selama jangka waktu tertentu, kemudian larutan itu dicuci dengan air dan kaca objeknya dikeringkan dengan kertas pengisap. Biasanya sel-sel itu terwarnai secara merata. Akan tetapi pada beberapa organisme, terutama zat pewarna itu biru menthylen, beberapa granula di dalam sel tampak terwarnai lebih gelap ketimbang bagian-bagian sel lainya                      (Pelczer, 2006).
b . Pewarnaan Negatif
            Pewarnaan Negatif adalah pemberian warna secara tidak langsung terhadap bakteri, karena yang diwarnai hanya latar belakangnya sedangkan bakterinya sendiri tidak mengalami pewaranaan. Pada pewarnaan ini tidak dilakukan fiksasi (pemanasan) sebab digunakan untuk melihat bentuk-bentuk sel yang sesungguhnya dan untuk menentukan ukuran bakteri, karena sel bakteri praktis tidak mengalami perubahan (Pelczer, 2006).
c . Pewarnaan Diferensial
            Pewarnaan Diferensial adalah proses pewarnaan yang menampilkan perbedaan di antara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba. Pada  teknik ini, biasanya digunakan lebih dari satu zat pewarna (Pelczer, 2006).
d . Pewarnaan Gram
            Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah suatu metode empiris untuk membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, gram-positif dan gram - negatif, berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding sel mereka. Metode ini diberi nama berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853 –1938) yang mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara pneumokokus dan bakteri Klebsiella pneumoniae (Anonim, 2008).
             Zat warna yang digunakan dalam pewarnaan ini ialah ; Crystal Violet, Lugol’s Iodine, Alkohol, dan Safranin atau pewarna tanding yang sesuai (Pelczar, 2006).
Bakteri yang diwarnai dengan metode gram ini dibagi dalam 2 kelompok yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Bakteri gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna metil ungu sewaktu proses pewarnaan Gram. Bakteri jenis ini akan berwarna biru atau ungu di bawah mikroskop, sedangkan bakteri gram-negatif akan berwarna merah atau merah muda. Perbedaan klasifikasi antara kedua jenis bakteri ini terutama didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel bakteri . Bakteri gram negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan Gram. Bakteri gram-positif akan mempertahankan warna ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri gram-negatif tidak. Pada uji pewarnaan Gram, suatu pewarna penimbal (counterstain) ditambahkan setelah metil ungu, yang membuat semua bakteri gram-negatif menjadi berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini berguna untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan perbedaan struktur dinding  sel (Anonim, 2007).

2.2.1  Teknik Pewarnaan
            Langkah – langkah utama dalam mempersiapkan sampel mikroba yang akan diwarnai untuk pemeriksaan mikroskopik adalah : (Anonim, 2007).
a.          Penempatan olesan atau lapisan tipis mikroba pada objek glass.
b.         Fiksasi olesan itu pada objek glass, biasanya dengan pemanasan yang menyebabkan mikroorganisme ini melekat pada objek glass.
c.          Aplikasi pewarnaan tunggal (pewarnaan sederhana) atau  serangkaian larutan pewarna diferensial (Anonim, 2007).

1.      Zat Warna yang Digunakan Pada Pewarnaan Bakteri
            Zat warna yang biasanya digunakan pada pewarnaan adalah berupa garam-garam yang terdiri dari ion bermuatan positif dan ion yang bermuatan negatif. Senyawa-senyawa kimia ini dapat digunakan untuk membedakan bakteri-bakteri, karena reaksi pewarna dengan sel bakteri akan memberikan hasil yang berbeda. Perbedaan inilah yang digunakan sebagai dasar dari pewarnaan bakteri. Zat warna ini dapat  dibedakan menjadi 2 yaitu pewarna asam dan pewarna basa. Pewarna asam dapat tejadi karena bila senyawa pewarna bermuatan negatif. Dalam kondisi pH mendekati netral dinding sel bakteri cenderung bermuatan negatif, sehingga pewarna asam yang bermuatan negatif akan ditolak oleh dinding sel, maka sel tidak berwarna. Pewarna asam ini disebut pewarna negatif. Contoh pewarna asam misalnya : tinta cina, larutan nigrosin, asam pikrat, eosin dan lain-lain. Pewarnaan basa bisa terjadi bila senyawa pewarna bersifat positif, sehingga akan diikat oleh dinding sel bakteri dan sel bakteri jadi terwarna dan terlihat. Contoh dari pewarna basa misalnya methylen biru, kristal violet, safranin dan lain-lain (Anonim, 2007).

2.   Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pewarnaan
Pewarnaan bakteri dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut menurut (Pelczer, 2006).
a.       Fiksasi
            Fiksasi perlu dilakukan sebelum dilakukan pewarnaan bakteri yang berfungsi untuk: (Pelczer, 2006).
1.   Melekatkan sel bakteri pada kaca objek.
2.   Membunuh bakteri, karena sel-sel yang mati lebih mudah diwarnai.
3.   Melepaskan butiran protein menjadi gugus reaktif (NH3 +) yang akan
            bereaksi dengan gugus OH dari zat warna.
1.      Membuat sel-sel lebih kuat.
2.      Mengubah daya ikat zat warna. (Pelczer, 2006).

b.      Peluntur Zat Warna
            Peluntur zat warna adalah suatu senyawa yang menghilangkan warna dari sel yang telah diwarnai. Pelunturan zat warna digunakan untuk menghasilkan kontras yang baik pada bayangan mikroskop. Pada umumnya sel-sel yang mudah diwarnai akan lebih mudah dilunturkan zat warnanya (Pelczer, 2006).

Bakteri Organisme Mikroskopis


2.1 JAMUR  (FUNGI)
Merupakan organisme tingkat rendah yang belum mempunyai akar, batang, daun sehingga disebut dengan tumbuhan tallus. Tubuh terdiri dari satu sel (uniseluller) dan bersel banyak (multiseluller). Sel berbentuk benang (hifa). Hifa akan bercabang-cabang membentuk bangunan seperti anyaman yang disebut miselium.
Sel bersifat eukariotik, tidak mempunyai klorofil, sebagai parasit atau saprofit. Menyukai hidup pada tempat yang lembab dan tidak menyukai akan adanya cahaya (Pleczar, 1986).
Alat reproduksi berupa :
a. Gametangium : penghasil gamet jantan dan betina
b. Sporangium  : penghasil spora seksual dan spora aseksual
Cara reproduksi :
a. Generatif : dengan peleburan dua buah gamet
b. Vegetatif :   - spora vegetatif
                        - fragmentasi (pemisahan)
                        - membelah diri
                        - tunas (budding)
Fungi dapat dibedakan menjadi 5 devisio yaitu :
1.      Oomycotina
2.      Zygomycotina
3.      Ascomycotina
4.      Basidiomycotina
5.      Deuteromycotina  





1. Oomycotina
Hifa pada jamur ini bersifat senositik, yaitu tidak bersekat-sekat sehingga inti sel banyak tersebar di dalam protoplasma. Dinding selnya tersusun atas selulosa, hal inilah yang membedakan dengan golongan jamur lainnya.
Pertumbuhan hifa jamur terjadi pada bagian ujungnya yang menghasilkan beberapa percabangan. Pada akhir ujung percabangan itu terbentuk gelembung sporangium yang dipisahkan oleh sekat. Hal ini merupakan awal perkembangbiakan jamur secara tidak kawin (aseksual).
Dalam sporangium terdapat protoplasma yang banyak mengandung inti sel. Protoplasma akan terbagi-bagi dan setiap bagian memperoleh satu inti sel yang berkembang menjadi spora dengan dua flagel sebagai alat geraknya. Spora yang mempunyai flagel disebut zoospora yang merupakan ciri khas Oomycotina. Selanjutnya, zoospora akan keluar dari sporangium kemudian melepaskan flagelnya sambil membentuk dinding selulosa. Jika zoospora ini sampai di tempat yang sesuai, maka akan menjadi tumbuh hifa baru.
Ciri-ciri jamur yang termasuk golongan Oomycotina adalah sebagai berikut:
1.         Hifa tidak bersekat.
2.         Reproduksi aseksual dengan zoospora yang mempunyai dua flagel.
3.         Reroduksi seksual dengan bersatunya gamet betina dan gamet jantan membentuk oospora (sel telur yang telah dibuahi membentuk dinding yang tebal) kemudian memasuki periode istirahat.

Jenis jamur yang termasuk Oomycotina adalah Saprolegnia sp, Phytophtora sp, dan Phytium sp.
a. Saprolegnia sp
Jamur ini umumnya hidup saprofit. Miseliumnya berkembang di dalam substrat, sedangkan yang terlihat di luar substrat berfungsi untuk perkembangbiakan. Jika Anda amati jamur ini dengan mikroskop, di bagian ujung miseliumnya akan tampak sporangium yang menghasilkan zoospora.
Saprolegnia sp yang hidup saprofit mudah dikembang-biakkan dengan meletakkan serangga mati atau biji kacang tanah pada cawan berisi air kolam. Hifa yang baru tumbuh akan menembus tubuh serangga atau biji kacang tanah untuk mendapatkan makanan. Sebagian hifa lainnya akan tumbuh keluar membentuk sporangium penghasil zoospora, sedangkan oogonium dan anteridiumnya berperan pada perkembangbiakan seksual.
Contoh jamur dari Oomycotina lainnya adalah Achlya sp yang hidup saprofit seperti Saprolegnia sp.; Plasmopora sp hidup parasit pada tanaman anggur; serta Sclerospora maydis penyebab penyakit bulai pada jagung seperti pada gambar 1 berikut ini :

Gambar 1. Sclerospora maydis

b. Phytophtora sp
Contoh jamur dari golongan Oomycotina ini antara lain: Phytophtora infestans yang hidup parasit pada tanaman kentang.
Pada jamur ini, ujung-ujung hifa tidak membentuk zoosporangium melainkan membentuk konidium. Konidium adalah spora yang dibentuk secara aseksual dan terjadi akibat diferensiasi dari ujung hifa. Ujung hifa menyembul di permukaan daun kentang melalui stoma (mulut daun) yang terkena infeksi. Untuk lebih jelasnya dapat dipelajari pada gambar 2 berikut ini.

Gambar 2
Ujung hifa Phytophtora infestans menembus stoma daun kentang Phytophtora sp tidak hanya menyebabkan penyakit pada tanaman kentang, melainkan dapat pula menyebabkan penyakit pada buah cokelat, tanaman lada, kina, kelapa, cengkeh, tembakau, dan jarak.

c. Pythium sp
 Phytium sp hidup saprofit di tanah lembab, tetapi zoospora yang dihasilkannya melalui perkembangbiakan aseksual sedangkan oospora melalui perkembangbiakan seksual. Jamur ini dapat menginfeksi tanaman seperti pada persemaian tembakau yang dikenal dengan penyakit patah rebah semai. Jamur ini juga dapat menyebabkan penyakit busuk pada kecambah tembakau, kina, bayam, jahe, nanas, dan kemiri.

 2.  Zygomycotina
Jamur ini hidup sebagai saprofit atau parasit. Sebagai jamur parasit dapat menyebabkan pembusukan tanaman ubi jalar dan buah arbei, sedangkan sebagai jamur saprofit dapat hidup pada roti, nasi, dan wortel. Perlu diketahui bahwa jamur saprofit ini sangat bermanfaat dalam fermentasi pembuatan tempe.
Hifa yang menyusun jamur ini bersifat senositik (tidak bersekat-sekat sehingga inti sel banyak tersebar di dalam protoplasma), sedangkan dinding selnya tersusun dari kitin (sejenis karbohidrat mengandung nitrogen).
Contoh jenis jamur Zygomycotina yang mudah diperoleh adalah jamur tempe dan jamur roti. Hifa kedua jenis jamur ini pendek bercabang-cabang dan berfungsi sebagai akar (rizoid) untuk melekatkan diri serta menyerap zat-zat yang diperlukan dari substrat. Selain itu, terdapat pula sporangiofor (hifa yang mencuat ke udara dan mengandung banyak inti sel, di bagian ujungnya terbentuk sporangium (sebagai penghasil spora), serta terdapat stolon (hifa yang berdiameter lebih besar daripada rizoid dan sporangiofor).
Jenis jamur yang termasuk Zygomycotina adalah Rhizopus stolonifer yang dapat diamati dengan menggunakan mikroskop seperti pada gambar 3 berikut ini :
 
Gambar 3. Rhizopus stolonifer

 3.  Ascomycotina
Sebagian besar dari jamur yang termasuk golongan Ascomycotina mempunyai hifa bersekat-sekat dan bercabang-cabang. Selain itu, terdapat jenis jamur yang mempunyai hifa berlubang sehingga protopolasma dan inti sel dapat mengalir dari satu sel ke sel lainnya. Struktur tubuh jamur dari golongan Ascomycotina ada yang multiseluler atau uniseluler seperti pada ragi.
Ascomycotina merupakan kelompok jamur yang terbesar, ada yang hidup parasit atau saprofit. Jamur yang hidup sebagai parasit, dapat menimbulkan penyakit yang sangat merugikan seperti pada tanaman tembakau, pepaya, karet, teh, cokelat, dan padi. Sedangkan jamur saprofit hidup pada bahan makanan atau sampah.
Beberapa jenis jamur Ascomycotina yang bermanfaat bagi manusia adalah Saccharomyces sp, Penicillium sp, Aspergillus sp dan Neurospora sp.

a. Saccharomyces sp
Ciri umum Saccharomyces sp (ragi) tidak mempunyai hifa dan tubuh buah. Jenis ragi yang dimanfaatkan untuk pem-buatan tape atau pengembang adonan roti adalah Saccharo-myces cerevisiae. Jamur ini dapat memfermentasi glukosa menjadi alkohol dan karbon dioksida. Reaksi kimianya adalah sebagai berikut.
C6H12O6 --> 2C2H5OH + 2CO2 + energi
(gkukosa) (alkohol)
Saccharomyces cerevisiae sebagai pengembang roti atau kue akan berhenti tumbuh jika kadar alkohol mencapai 4-5%, sedangkan CO2 yang dihasilkan akan mengembangkan adonan roti. Alkohol akan menguap habis ketika roti dibakar. Saccharomyces cerevisiae yang dimanfaatkan dalam minuman beralkohol baru berhenti tumbuh (berkembang biak) pada kadar alkohol mencapai 14-17%.

b. Penicillium sp
Jamur ini tumbuh di mana-mana dan tampak tumbuh sebagai noda hijau atau biru pada buah-buahan ranum atau penganan yang bergula. Selain itu, jamur ini dapat tumbuh baik pada roti dan nasi. Oleh karena itu, jika menyimpan roti dan nasi di tempat yang agak lembab, maka akan ditumbuhi jamur Penicillium sp. dengan konidia yang berwarna kehijauan.

Kamis, 04 November 2010

Biakan Murni

Teknik biakan murni, populasi mikroba di alam sekitar kita besar lagi kompleks. Beratus-ratus spesies berbagai mikroba biasanya menghuni bermacam-macam bagian tubuh kita, termasuk mulut, saluran percernaan, dan kulit. Mereka terdapat dalam jumlah yang luar biasa besarnya. Sebagai contoh, sekali bersin dapat menyebabkan beribu-beribu mikroorganisme. Alam sekitar kita udara, tanah, air juga dihuni kumpulan mikroorganisme. Penelitian yang layak mengenai mikroorganisme dalam berbagai habitat ini memerlukan teknik untuk memisahkan populasi campuran yang rumit ini, atau biakan campuran, menjadi spesies-spesies yang berbeda-beda sabagai biakan murni. Biakan murni terdiri dari suatu populasi sel yang semuanya berasal dari sel induk.

Untuk menyendirikan suatu spesies dikenal beberapa cara, yaitu (Dwidjoseputro, 1990) :
 Dengan pengenceran
Cara ini pertama kali dilakukan oleh Lister pada tahun 1865. Ia berhasil memelihara Streptococcus lactis dalam piaraan murni yang diisolasi dari sampel susu yang sudah masam.
Suatu sampel dari suatu suspensi yang berupa campuran bermacam-macam spesies diencerkan dalam suatu tabung yang tersendiri. Dari hasil pengenceran ini kemudian di ambil kira-kira 1 ml untuk diencerkan lebih lanjut. Jika dari pengenceran yang ketiga ini diambil 0,1 ml untuk disebarkan pada suatu medium padat, kemungkinan besar kita akan mendapatkan beberapa koloni yang akan tumbuh dalam medium tersebut, akan tetapi mungkin juga kita hanya akan memperoleh satu koloni saja.
Dalam hal yang demikian ini dapat kita jadikan piaraan murni. Jika kita belum yakin, Bahwa koloni tunggal yang kita peroleh tersebut merupakan koloni yang murni, maka kita dapat mengulang pengenceran dengan menggunakan koloni ini sebagai sampel.
Dengan penuangan
Robert Koch (1843- 1905) mempunyai metode yang lain, yaitu dengan mengambil sedikti sampel campuran bakteri yang mudah diencerkan, dan sampel ini kemudian di sebar di dalam suatu medium yang terbuat dari kaldu dan gelatin encer. Dengan demikian dia memperoleh suatu piaraan adukan. Setelah medium tersebut mengental maka selang beberapa jam kemudian nampaklah koloni- koloni yang masing- masing dapat dianggap murni. Dengan mengulang pekerjaan di atas, maka akhirnya akan diperoleh piaraan murni yang lebih terjamin.
Ada beberapa metode yang biasanya dilakukan untuk menanam biakan di dalam medium diantaranya adalah (Lay, 1994) :
1.                     Metode cawan gores
Metode ini mempunyai dua keuntungan yaitu menghemat bahan dan waktu. Namun untuk memperoleh hasil yang baik diperlukan keterampilan yang lumayan yang biasanya diperoleh dari pengalaman. Metode cawan gores yang dilakukan dengan baik kebanyakan akan menyebabkan terisolasinya mikroorganisme yang diinginkan. Dua macam kesalahan yang umum sekali dilakukan adalah tidak memanfaatkan permukaan medium dengan sebaik- baiknya untuk digores sehingga pengenceran mikroorganisme menjadi kurang lanjut dan cenderung untuk menggunakan inokulum terlalu banyak sehingga menyulitkan pemisahan sel- sel yang digores.
         

  2.  Metode cawan tuang
Cara lain untuk memperoleh biakan koloni murni dari populasi campuran mikroorganisme ialah dengan mengencerkan eksperimen dalam medium agar yang telah dicairkan dan didinginkan yang kemudian di cawankan. Karena konsentrasi sel- sel mikroba di dalam eksperimen pada umumnya tidak diketahui sebelumnya, maka pengenceran perlu dilakukan beberapa tahap sehingga sekurang- kurangnya satu di antara cawan-cawan tersebut mengandung koloni-koloni terpisah baik di atas permukaan maupun di dalam agar. Metode ini memboroskan waktu dan bahan namun tidak memerlukan keterampilan yang terlalu tinggi. Proses pemisahan atau pemurniaan dari mikroorganisme lain perlu dilakukan karena semua pekerjaan mikrobiologis, misalnya telaah dan identifikasi mikroorganisme memerlukan suatu populasi yang hanya terdiri dari satu macam mikroorganisme saja. Teknik tersebut dikenal dengan Isolasai Mikroba.
Terdapat berbagai cara mengisolasi mikroba, yaitu (Admin, 2008) :
1)      Isolasi pada agar cawan
      Prinsip pada metode isolasi pada agar cawan adalah mengencerkan mikroorganisme sehingga diperoleh individu spesies yang dapat dipisahkan dari organisme lainnya. Setiap koloni yang terpisah yang tampak pada cawan tersebut setelah inkubasi berasal dari satu sel tunggal. Terdapat beberapa cara dalam metode isolasi pada agar cawan, yaitu: Metode gores kuadran, dan metode agar cawan tuang.
a.       Metode gores kuadran. Bila metode ini dilakukan dengan baik akan menghasilkan terisolasinya mikroorganisme, dimana setiap koloni berasal dari satu sel.
b.      Metode agar tuang. Berbeda dengan metode gores kuadran, cawan tuang menggunakan medium agar yang dicairkan dan didinginkan (50oC), yang kemudian dicawankan. Pengenceran tetap perlu dilakukan sehingga pada cawan yang terakhir mengandung koloni-koloni yang terpisah di atas permukaan di dalam cawan.
2)      Isolasi pada medium cair
Metode isolasi pada medium cair dilakukan bila mikroorganisme tidak dapat tumbuh pada agar cawan (medium padat), tetapi hanya dapat tumbuh pada kultur cair. Metode ini juga perlu dilakukan pengenceran dengan beberapa serial pengenceran. Semakin tinggi pengenceran peluang untuk mendapatkan satu sel semakin besar.
3) Isolasi sel tunggal
Metode isolasi sel tunggal dilakukan untuk mengisolasi sel mikroorganisme berukuran besar yang tidak dapat diisolasi dengan metode agar cawan atau medium cair. Sel mikroorganisme dilihat dengan menggunakan perbesaran sekitar 100 kali. Kemudian sel tersebut dipisahkan dengan menggunakan pipet kapiler yang sangat halus ataupun micromanipulator, yang dilakukan secara aseptis.
Pemahaman mengenai teknik dasar dalam praktikum mikrobiologi, seperti pengenalan ose serta cara menggunakannya, dan teknik plating sehingga seorang praktikan dapat melakukan praktikum mikrobiologi yang sesuai dengan kaidah serta ketentuan yang berlaku merupakan hal yang terpenting. Berbagai jenis ose yang dikenal serta penggunaannya disesuaikan dengan mikroorganisme yang akan diteliti, baik dalam hal pemindahan maupun pemilihan dari suatu koloni. Teknik plating dan ose merupakan satu kesatuan sehingga keduanya memiliki keterkaitan satu sama lainnya (karena teknik plating dilakukan dengan menggunakan ose).
Ose (lup inokulasi) merupakan alat dasar dalam praktikum mikrobiologi yang terbuat dari bahan tertentu seperti kawat platina, namun yang lebih umum digunakan di laboratorium pengajaran dan lebih murah harganya ialah kawat nikrom (nichrome) dengan diameter lingkaran pada ujung lup berkisar antara 2 sampai 4 mm (Hadioetomo, 1993).
Mikroorganisme dibiakkan di laboratorium pada medium yang terdiri dari bahan nutrient. Biasanya pemilihan medium yang dipakai bergantung kepada banyak faktor seperti apa jenis mikroorganisme yang akan ditumbuhkan (Pelezar, 1986).
Perbenihan untuk pertumbuhan bakteri agar dapat tetap dipertahankan harus mengandung semua zat makanan yang diperlukan oleh organisme tersebut. Faktor lain seperti pH, suhu, dan pendinginan harus dikendalikan dengan baik (Buckle, 1987)
Selain untuk tujuan diatas medium juga memiliki fungsi lain, seperti tempat untuk mengisolasi, seleksi, evaluasi dan diferensiasi biakan yang didapatkan. Agar tiap-tiap medium memilki karakteristik yang sesuai dengan tujuan sehingga seringkali digunakan beberapa jenis zat tertentu yang mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembang biakan mikroba (Suriawiria, 2005).
Beberapa indikasi pembiakan pada laboratorium mikrobiologi meliputi:
1. Pengasingan (isolasi) mikroba pada biakan bakteri.
2. Menunjukan sifat khas mikroba.
3. Untuk menentukan jenis mikroba yang diisolasi dengan cara-cara tertentu.
4. Untuk mendapatkan bahan biakan yang cukup untuk membuat antigen dan percobaan serologi lainnya.
5. Menentukan kepekaan kuman terhadap antibiotik.
6. Menghitung jumlah kuman.
7. Mempertahankan biakan mikroba.
Usaha mencegah masuknya mikroorganisme yang tidak diinginkan dan untuk menanam suatu spesies terdapat beberapa cara yaitu :
1.   Penanaman dengan penggoresan.
Cara ini untuk mengasingkan kuman agar didapatkan biakan murni.
2.   Penanaman lapangan.
Berguna untuk penentuan jenis kuman dengan bakteriofage dan uji kepekaan terhadap antibiotik.
3.   Biakan agar tabung
Biasanya dipergunakan untuk menunjukan adanya pertumbuhan murni mikro untuk aglutinasi gelas alas.
4.   Biakan tusukan
Biasanya dipergunakan untuk menunjukan adanya pencairan gelatin dan mempertahankan biakan baru.
5.   Biakan agar tuang
Menunjukan jumlah koloni mikroba hidup yang terdapat pada suspensi.
6.   Biakan cairan
Kegunaannya untuk menunjukan biakan yang banyak dan cepat. Kerugiannya adalah tidak dapat membiat biakan murni dari bahan yang mengandung berbagai mikroorganisme.

Pembuata Ester

Pembuatan ester menggunakan asam karboksilat
Metode ini bisa digunakan untuk mengubah alkohol menjadi ester, tetapi metode ini tidak berlaku bagi fenol – senyawa dimana gugus -OH terikat langsung pada sebuah cincin benzen. Fenol bereaksi dengan asam karboksilat dengan sangat lambat sehingga reaksi tidak bisa digunakan untuk tujuan pembuatan.
Sifat kimiawi reaksi
Ester dihasilkan apabila asam karboksilat dipanaskan bersama alkohol dengan bantuan katalis asam. Katalis ini biasanya asam sulfat pekat. Gas hidrogen klorida kering terkadang digunakan, tetapi penggunaannya cenderung melibatkan ester-ester aromatik (ester dimana asam karboksilat mengandung sebuah cincin benzen).
Reaksi pengesteran (esterifikasi) berjalan lambat dan dapat balik (reversibel). Persamaan untuk reaksi antara asam RCOOH dengan alkohol R’OH (dimana R dan R’ bisa sama atau berbda)

Melangsungkan reaksi
Dalam skala tabung uji
Asam karboksilat dan alkohol sering dipanaskan bersama disertai dengan beberapa tetes asam sulfat pekat untuk mengamati bau ester yang terbentuk.
Untuk melangsungkan reaksi dalam skala tabung uji, semua zat (asam karboksilat, alkohol dan asam sulfat pekat) yang dalam jumlah kecil dipanaskan di sebuah tabung uji yang berada di atas sebuah penangas air panas selama beberapa menit.
Karena reaksi berlangsung lambat dan dapat balik (reversibel), ester yang terbentuk tidak banyak. Bau khas ester seringkali tertutupi atau terganggu oleh bau asam karboksilat. Sebuah cara sederhana untuk mendeteksi bau ester adalah dengan menaburkan campuran reaksi ke dalam sejumlah air di sebuah gelas kimia kecil.
Terkecuali ester-ester yang sangat kecil, semua ester cukup tidak larut dalam air dan cenderung membentuk sebuah lapisan tipis pada permukaan. Asam dan alkohol yang berlebih akan larut dan terpisah di bawah lapisan ester.
Ester-ester kecil seperti pelarut-pelarut organik sederhana memiliki bau yang mirip dengan pelarut-pelarut organik (etil etanoat merupakan sebuah pelarut yang umum misalnya pada lem).
Semakin besar ester, maka aromanya cenderung lebih ke arah perasa buah buatan – misalnya “buah pir”.
Dalam skala yang lebih besar
Jika anda ingin membuat sampel sebuah ester yang cukup besar, maka metode yang digunakan tergantung pada (sampai tingkatan tertentu) besarnya ester. Ester-ester kecil terbentuk lebih cepat dibanding ester yang lebih besar.
Untuk membuat sebuah ester kecil seperti etil etanoat, anda bisa memanaskan secara perlahan sebuah campuran antara asam metanoat dan etanol dengan bantuan katalis asam sulfat pekat, dan memisahkan ester melalui distilasi sesaat setelah terbentuk.
Ini dapat mencegah terjadinya reaksi balik. Pemisahan dengan distilasi ini dapat dilakukan dengan baik karena ester memiliki titik didih yang paling rendah diantara semua zat yang ada. Ester merupakan satu-satunya zat dalam campuran yang tidak membentuk ikatan hidrogen, sehingga memiliki gaya antar-molekul yang paling lemah.
Ester-ester yang lebih besar cenderung terbentuk lebih lambat. Dalam hal ini, mungkin diperlukan untuk memanaskan campuran reaksi di bawah refluks selama beberapa waktu untuk menghasilkan sebuah campuran kesetimbangan. Ester bisa dipisahkan dari asam karboksilat, alkohol, air dan asam sulfat dalam campuran dengan metode distilasi fraksional.
Pembuatan ester menggunakan asil klorida (klorida asam)
Metode ini hanya berlaku bagi alkohol dan fenol. Untuk fenol, reaksi terkadang dapat ditingkatkan dengan pertama-tama mengubah fenol menjadi bentuk yang lebih reaktif.
Reaksi dasar
Jika kita menambahkan sebuah asil klorida kedalam sebuah alkohol, maka reaksi yang terjadi cukup progresif (bahkan berlangsung hebat) pada suhu kamar menghasilkan sebuah ester dan awan-awan dari asap hidrogen klorida yang asam dan beruap.
Sebagai contoh, jika kita menambahkan etanol krlorida ke dalam etanol, maka akan terbentuk banyak hidrogen klorida bersama dengan ester cair etil etanoat.
Zat yang biasanya disebut "fenol" adalah zat yang paling sederhana dari golongan fenol. Fenol memiliki sebuah gugus -OH terikat pada sebuah cincin benzen – dan tidak ada lagi selain itu.
Reaksi antara etanoil klorida dengan fenol mirip dengan reaksi etanol walaupun tidak begitu progresif. Fenil etanoat terbentuk bersama dengan gas hidrogen klorida.
Mempercepat reaksi antara fenol dengan beberapa asil klorida yang kurang reaktif
Benzoil klorida memiliki rumus molekul C6H5COCl. Gugus -COCl terikat langsung pada sebuah cincin benzen. Senyawa ini jauh lebih tidak reaktif dibanding asil klorida sederhana seperti etanoil klorida.
Fenol pertama-tama diubah menjadi senyawa ionik natrium fenoksida (natrium fenat) dengan melarutkannya dalam larutan natrium hidroksida.
Ion fenoksida bereaksi lebih cepat dengan benzoil klorida dibanding fenol, tapi biarpun demikian reaksi tetap harus dikocok dengan benzoil klorida selama sekitar 15 menit. Padatan fenol benzoat terbentuk.
Pembuatan ester menggunakan anhidrida asam
Reaksi ini juga bisa digunakan untuk membuat ester baik dari alkohol maupun fenol. Reaksinya berlangsung lebih lambat dibanding reaksi sebanding yang menggunakan asil klorida, dan campuran reaksi biasanya perlu dipanaskan.
Untuk fenol, kita bisa mereaksikan fenol dengan larutan natrium hidroksida pertama kali, yang menghasilkan ion fenoksida yang lebih reaktif.
Mari kita mengambil contoh etanol yang bereaksi dengan etanoat anhidrida sebagai sebuah reaksi sederhana yang melibatkan sebuah alkohol:
Reaksi yang berlangsung pada suhu kamar cukup lambat (atau lebih cepat jika dipanaskan). Tidak ada perubahan yang dapat diamati pada cairan tidak berwarna , tetapi sebuah campuran antara etil etanoat dengan asam etanoat terbentuk.
Jika fenol pertama-tama diubah menjadi natrium fenoksida dengan menambahkan larutan natrium hidroksida, maka reaksinya berlangsung lebih cepat. Fenil etanoat lagi-lagi terbentuk, tapi kali ini produk lainnya adalah natrium etanoat bukan asam etanoat.