Home

Kamis, 04 November 2010

DISOLUSI



Agar suatu obat diasorbsi, mula-mula obat tersebut harus larut dalam cairan tablet dan dalam tempat absorpsi. Sebagai contoh, suatu obat yang diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorpsi sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan pada suatu tempat dalam saluran lambung-usus. Dalam hal ini dimana kelarutan  suatu obat tergantung dari apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi. (Ansel, 119).
Pada waktu suatu partikel obat mengalami disolusi, molekul-molekul obat pada permukaan mula-mula masuk ke dalam larutan menciptakan suatu lapisan jenuh obat-larutan yang membungkus permukaan partikel obat padat. Lapisan larutan ini dikenal sebagai lapisan difusi. Dari lapisan difusi ini molekul-molekul obat keluar melewati cairan yang melarut dan berhubungan dengan membran biologis serta absorpsi terjadi. Jika molekul-molekul obat terus meninggalkan lapisan difusi, molekul-molekul tersebut diganti dengan obat yang dilarutkan dari permukaan partikel obat dan proses tersebut berlanjut. (Ansel, 119).
Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat, atau jika obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada di dalam tubuh seperti itu, laju obat yang terabsorpsi terutama akan tergantung pada kesanggupannya menembus pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusi untuk suatu partikel obat lambat, misalnya mungkin karena karakterstik zat obat atau bentuk dosis yang diberikan, proses disolusinya sendiri akan merupakan tahap yang akan menentukan laju dalam proses absorpsi. Perlahan-lahan obat-obat yang larut tidak hanya bisa diabsorbsi pada suatu laju rendah, obat-obat tersebut mungkin tidak seluruhnya diabsorbsi atau dalam beberapa hal banyak yangtidak diabsorpsi setelah pemberian oral, karena batasan waktu alamiah bahwa obat bisa tinggal dalam lambung atau saluran usus halus. Dengan demikian, obat-obat yang sukar larut atau produk obat yang formulasinya buruk bisa mengakibatkan absorpsi tidak sempurna dari obat tersebut serta lewatnya dalam bentuk tidak berubah – keluar dari sistem melalui feses. (Ansel, 119).
Disolusi dari suatu zat bisa digambarkan oleh persamaan Noyes-Whitney:
= KS(Cs – C)
Di mana dc/dt adalah laju disolusi, K adalah konstanta laju disolusi, S luas permukaan zat padat yang melarut, Cskonsentrasi obat dalam lapisan difusi (yang bisa diperkirakan dengan kelarutan obat dalam pelarut karena lapisan difusi dianggap jenuh), dan C adalah konsentrasi obat dalam medium disolusi pada waktu t. Laju disolusi diatur oleh laju difusi molekul-molekul zat terlarut melewati lapisan difusi ke dalam badan dari larutan tersebut. Persamaan mengutarakan bahwa laju disolusi dari suatu obat bisa ditingkatkan dengan meningkatkan luas permukaan (mengurangi ukuran partikel) dari obat tersebut, dengan meningkatkan kelarutan obat dalam lapisan difusi, dan dengan faktor -faktor yang diwujudkan dalam konstanta laju disolusi, K, termasuk intensitas pengadukan pelarut dan koefisien difusi dari obat yang melarut. Untuk suatu obat tertentu, koefisien difusi dan biasanya konsentrasi dari obat tersebut dalam lapisan difusi akan meningkat dengan meningkatnya temperatur. Juga, dengan menaikkan laju pengadukan medium yang melarutkan akan meningkatkan laju disolusi. Pengurangan viskositas pelarut yang dipakai merupakan cara lain yang bisa digunakan untuk menambah laju disolusi dari suatu obat. Perubahan pH atau sifat pelarut yang mempengaruhi kelarutan dari obat tersebut bisa digunakan untuk menarik keuntungan dalam peningkatan laju disolusi. Banyak pembuat menggunakan bentuk amorf, Kristal, garam atau ester yang khusus dari suatu obat yang akan menunjukkan karakteristik kelarutan yang diperlukan untuk mencapai karakteristik disolusi yang dikehendaki bila diberikan. (Ansel, 120).
Perbedaan aktivitas biologis dari suatu zat obat mungkin diakibatkan oleh laju di mana obat menjadi tersedia untuk organisme tersebut. Dalam banyak hal, laju disolusi, atau waktu yang diperlukan bagi obat untuk melarut dalam cairan pada tempat absorpsi, merupakan tahap yang menentukan laju dalam proses absorpsi. Ini benar untuk obat-obat yang diberikan secara oral dalam bentuk padat seperti tablet, kapsul atau suspensi, seperti juga obat-obat yang diberikan secara intramuscular dalam bentuk pellet atau suspensi. Bila laju disolusi merupakan tahap yang menentukan laju, apa pun yang mempengaruhinya akan mempengaruhi absorpsi. Akibatnya, laju disolusi dapat mempengaruhi onset, intensitas, dan lama respons, serta kontrol bioavailabilitas obat tersebut secara keseluruhan dari bentuk sediaannya, seperti dibicarakan dalam bab sebelumnya. (Ansel, 154).
Sebagaimana dibicarakan sebelumnya, laju disolusi obat dapat ditingkatkan dengan meningkatkan ukuran partikel obat. Ia bisa juga ditingkatkan dengan meningkatkan kelarutannya dalam lapisan difusi. Cara-cara yang paling efektif dalam memperoleh laju disolusi yang lebih tinggi adalah menggunakan suatu garam yang larut dari suatu asam lemak akan secara berurutan mengendap sebagai asam bebas dalam fase bulk dari suatu larutan asam, seperti cairan lambung, ia akan berlaku demikian dalam bentuk partikel-partikel halus dengan suatu luas permukaan besar. (Ansel, 154).
Laju disolusi dari senyawa kimia umumnya ditentukan dengan dua metode permukaan konstan yang memberikan laju disolusi intrinsik dari zat tersebut, dan disolusi partikel –partikel kecil di mana suatu suspensi dari zat tersebut ditambahkan ke sejumlah pelarut tertentu tanpa pengontrolan luas permukaan yang tepat. (Ansel, 154).
Metode permukaan konstan menggunakan suatu lempeng yang dikompresi dengan luas yang diketahui. Metode ini mengeliminasi luas permukaan dan muatan listrik permukaan sebagai variabel disolusi. Laju disolusi yang diperoleh dengan metode ini dinamakan laju disolusi intrinsik dan merupakan karakteristik dari masing-masing senyawa padat dan suatu pelarut yang diketahui pada kondisi eksperimen yang tetap (tertentu). Harga tersebut umumnya dinyatakan sebagai milligram yang dilarutkan per sentimeter persegi (mg/menit cm2) telah disarankan bahwa harga ini adalah berguna dalam menaksir masalah absorpsi yang paling mungkin karena laju disolusi. Dalam disolusi partikel-partikel kecil sejumlah sampel serbuk yang ditimbang ditambahkan ke medium disolusi dalam suatu pengadukan yang konstan. Metode ini seringkali digunakan untuk mengkaji pengaruh ukuran partikel, luas permukaan, dan bahan-bahan penambah ke zat aktif. Kadang-kadang dalam hubungan kebalikan dari ukuran partikel ke disolusi dicatat karena sifat-sifat permukaan dari obat tersebut. Dalam hal ini, muatan permukaan dan atau hasil-hasil penggumpalan dalam bentuk ukuran partikel tereduksi dari obat tersebut memperlihatkan suatu luas permukaan efektif yang lebih rendah terhadap pelarut karena pembasahan yang tidak sempurna atau penggumpalan. (Ansel, 154).
Pengkajian awal harus meliputi efek bahan-bahan farmasetik terhadap karakteristik-karakteristik disolusi dari zat obat. (Ansel, 155)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar